Rabu, 14 September 2011

AKU BERFIKIR MAKA AKU MENULIS

Awalnya saya berfikir bahwa menulis itu merupakan kegiatan yang sangat sulit untuk dilakukan. Namun, lewat berbagai literatur yang sudah saya baca terkait dengan cara-cara memulai suatu bentuk karya tulis dengan baik dan latihan-latihan kecil di blog ini untuk mencoba menulis, maka saya berkesimpulan bahwa menulis tidak lain merupakan kegiatan seni berketerampilan yang indah untuk dilakukan. Hal ini secara tidak langsung mengindikasikan bahwa menulis adalah hal yang sangat mudah dilakukan oleh siapa pun diantara kita yang mempunyai keinginan kuat untuk dapat mengaktualisasikan pengetahuannya ke dalam bentuk tulisan untuk diketahui banyak orang.
Bagi saya, banyak orang boleh beranggapan bahwa dia mengetahui banyak hal tentang suatu bidang ilmu pengetahuan. Akan tetapi tidak banyak dari mereka yang kewalahan ketika mencoba untuk mengaktualisasikan pengetahuannya itu ke dalam tulisan. Banyak orang yang boleh dikenal karena jagonya dalam berorasi (orator), namun ketika diminta untuk menuliskan semua yang pernah dia omongkan itu, maka yang bersangkutan akan berfikir dua kali dari mana memulainya.
Kita boleh berbangga diri akan semua kegiatan diskusi rutin yang kita lakukan disetiap minggu, namun pernahkan kita berfikir bahwa kapan kita memulai untuk menuangkan ide-ide cemerlang kita itu ke dalam bentuk tulisan? Banyak orang diantara kita yang pandai bicara dengan semua jenjang ilmu pengetahuan yang dia kuasai, namun pertanyaan yang kerap kali saya pikirkan ialah kapan kita menulis semua yang pernah kita diskusikan bersama-sama itu? Atau pun sudah berapa karya tulis kita yang dimuat di buletin the green black?.
Sebab bagaimana mungkin kita berfikir bahwa tulisan kita akan dimuat di media-media terkenal, kalau untuk menjadi penulis di buletin kita sendiri saja tidak bisa. Belum lagi satu hal yang harus kita pahami bersama bahwa menembus dunia percetakan bukanlah semudah membalikan telapak tangan. Ini merupakan bagian yang tersulit yang dihadapi oleh banyak penulis-penulis sekarang sebelum pada akhirnya terkenal.
Kita semua tahu tentang novel yang berjudul Harry Potter and the Philosopher’s stone, tetapi pernahkah kita berfikir seperti apa perjuangan penulisnya saat mencoba mengirimkan naskah ini ke penerbit yang diinginkan? Semua orang tidak pernah berfikir bagaimana JK Rowling (penulis novel ini) yang tadinya bukan siapa-siapa kemudian menjelma menjadi orang terkenal hingga sekarang. JK Rowling yang tadinya hanyalah orang miskin yang tidak berpunya, dapat dinobatkan menjadi orang terkaya ke-552 di seluruh dunia hanya karena karyanya itu yang semula ditolak oleh puluhan penerbit hingga ada penerbit yang berani untuk mencoba memasarkan novelnya ini ke khalayak publik. JK Rowling yang semula hanya orang biasa yang mengemis-mengemis minta untuk karya Harry Poternya diterbitkan karena mengetahui sulitnya persaingan ditengah-tengah ratusan naskah yang masuk ke redaksi kini menjadi orang yang hidupnya nyaris sempurna dan selalu didatangi oleh penerbit.
Belum selesai sampai di situ saja, seperti halnya JK Rowling, Edgar Rice pun mengalami hal serupa saat mencoba untuk memperkenalkan karyanya yang kita kenal dengan sebutan Tarzan, si manusia hutan. Beliaw tidak perlu untuk hidup di hutan agar dapat melahirkan tokoh seperti ini, namun beliaw hanya cukup berimajinasi dan mengambil pena kemudian memulai menulis. Mereka berdua datang dari latar belakang yang serupa sebelum akhirnya sama-sama dikenal oleh publik dunia sampai sekarang. Setelah gagal  menjalani berbagai profesi mulai dari menjadi koboi, akuntan, hingga penambang emas, sekitar tahun 1910, saat iusianya 35 tahun, Edgar Rice kemudian menjadi agen penjual pinsil. Saat menjadi agen inilah dia mulai mengisi waktu dengan membaca berbagai buku terutama buku-buku yang berceritakan tentang hal-hal yang berbaur “humoris”, “imajinatif”, “dunia anak”, dan lain-lain.
 Dari sinilah maka Edgar mulai berfikir bahwa kalau dengan membual seseorang saja bisa mendapatkan uang, lantas kenapa saya tidak bisa untuk menulis cerita-cerita seperti ini? Dari pertanyaan inilah sehingga Edgar pun dapat berimajinasi sehingga melahirkan tokoh Tarzan.
Apa yang ditunjukkan oleh JK dan Edgar merupakan hal yang tidak biasa dilakukan oleh banyak orang. Bagi saya, satu kunci sukses yang ada pada dua contoh di atas ialah kemauan untuk menulis dan kesabaran untuk terus berusaha. Inilah yang dapat menjadikan mereka yang semula hanya orang biasa kini menjadi bagian dari dunia ilmu pengetahuan.
Semua yang saya goreskan dalam catatan singkat ini merupakan hasil renungan saya yang selama ini saya pikirkan terkait dengan pentingnya bermain pena untuk terus menulis. Karena dengan menulis, maka kita dapat belajar banyak hal akan semua yang tersimpan di dalam memori kita. Karena dengan begitu, maka kita akan selalu melakukan introspeksi diri untuk melihat berbagai kekurangan yang ada pada kita. Apalagi, sangking pentingnya tulisan sehingga tidak heran jika Napolen Bonaparte pernah berkata bahwa “satu catatan lebih baik dari seribu ingatan”.
So,  KAPAN ANDA MULAI MENULIS?